JAKARTA, KOMPAS.com — Keinginan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta untuk memperbaiki sistem transportasi dengan menggunakan sarana transportasi massal ditangkap konsorsium sarana transportasi untuk mengenalkan bus layang.
Investasi untuk bus ini jauh lebih murah, tidak mengambil jalur jalan, dan pembangunannya cepat
-- Jopie Widjaja
Bus layang ini telah dipakai di beberapa kota di China. Tahun depan, bus layang juga akan beroperasi di Brasil, Amerika Serikat, Inggris, Italia, dan beberapa kota di Spanyol.
Menurut Jopie Widjaja, Presiden PT Infiniti Wahana, yang menjadi salah satu anggota konsorsium, bus layang memiliki sejumlah kelebihan dibanding moda angkutan massal lainnya.
"Investasi untuk bus ini jauh lebih murah, tidak mengambil jalur jalan, dan pembangunannya cepat," kata Jopie yang menggandeng PT Zebra Nusantara dan Shenzen Hashi Future Parking Equipment Co.
Konsep bus layang berbeda dengan konsep yang akan digarap DKI Jakarta, yaitu mengganti monorel dengan busway. Bentuk bus layang mirip kereta dengan empat gerbong. Bentuknya juga mirip bus tingkat, tetapi jauh lebih besar dan lebar karena mobil-mobil lain bisa melaju di bawah bus layang.
Ini bisa terjadi karena bus tersebut memiliki dua kaki di kiri-kanannya yang berjalan di atas rel. Rel ini bisa diletakkan di tepi median jalan dan separator sehingga ada ruang bagi kendaraan lain untuk melintas di kolong bus layang. Menurut Jopie, investasi yang dibutuhkan bus layang hanya 15 juta dollar AS setiap kilometernya.
Sementara itu, subway membutuhkan 100 juta dollar AS per km, dan monorel 50 juta dollar AS per km. Selain itu, masa konstruksi bus layang hanya satu tahun, sementara subway enam tahun, dan monorel tiga tahun. "Biaya operasinya juga lebih murah dan sangat ekonomis. Lagi pula, ada sistem evakuasi penumpang," kata Jopie. Kapasitas bus layang sangat besar.
Satu gerbong bus setara dengan 10 kopaja atau sekitar 300 penumpang. Sementara itu, satu bus layang terdiri dari empat gerbong sehingga bisa menampung 1.200 penumpang. Dalam tahap awal yang ditawarkan di Jakarta, proyek jalan layang itu akan menggunakan jalur Kota-Blok M dengan mendirikan 21 halte dan 42 bus layang. Investasi bus layang dibiayai swasta murni (tanpa menggunakan APBD, termasuk saat operasional).
Tarif tiket Rp 5.000 sekali jalan dan menggunakan sistem build operation transfer (BOT) selama 30 tahun. Dengan penawaran konsep itu, kata Jopie, pihaknya akan memberikan manfaat bagi masyarakat di Jakarta. "Masyarakat akan mendapatkan angkutan aman, nyaman, cepat tanpa terkendala jalur busway dan sejenisnya," kata Jopie yang juga menawarkan hal ini ke Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, dan Surabaya.
Asisten Perekonomian Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Hasan Basri Saleh, mengatakan akan mempelajari konsep ini. "Kami akan sampaikan ke Gubernur secepatnya," kata Hasan. Sementara itu, Wakil Ketua DPRD DKI Jakarta Sayogo Hendrosubroto menyatakan, pihaknya menilai konsep yang ditawarkan itu inovatif dan modern.
"Artinya, kita memang butuh sarana transportasi massal yang hemat energi, diterapkan dengan tarif terjangkau, dan diterima masyarakat. Jadi, ini memang sangat baik," katanya.